Bongkar Fakta Awal Kasus Vina


Pemberitaan terkait kematian Vina yang saat ini viral karena diangkat menjadi sebuah karya film layar lebar sangat menarik untuk dikupas karena menyimpan beberapa fakta menarik yang mungkin sengaja dikaburkan dan beberapa fakta menarik yang dikaburkan tersebut, mungkin saat ini sudah bermetamorfosis menjadi disinformasi ataupun hoaks yang dipercayai oleh sebagian masyarakat yang mungkin masih belum sadar akan pentingnya literasi digital.

Oleh karena semakin menjamurnya infromasi atau berita yang sengaja dibuat tidak berdasarkan sumber fakta yang jelas terkait kasus tersebut, hal ini cukup menggelitik untuk menelusuri fakta awal kejadian viral tersebut dan berikut ulasannya.

1. Kasus tersebut terjadi pada bulan Agustus tahun 2016 yang mana saat itu Kapolres Cirebon Kota masih dijabat oleh AKBP Indra Jafar (saat ini AKBP Indra Jafar menjabat sebagai staf Kapolri bidang operasi dengan pangkat Brigjen).

2. Kasus tersebut tidak berselang lama diambil alih oleh Polda Jawa Barat, sehingga tanggungjawab pengungkapan yang meliputi berkas perkara hingga DPO (Daftar Pencarian Orang) tidak lagi berada di Polres Cirebon Kota. 

3. Pada bulan Oktober 2016 hakim pengadilan telah menjatuhkan vonis kepada para tersangka kasus tersebut.

4. Bulan Desember 2016 Kapolres C‏irebon Kota berganti dengan masuknya AKBP Adi Vivid (saat ini menjabat sebagai Wakapolda DIY dengan pangkat Brigjen) menggantikan AKBP Indra Jafar. Dimomen inilah ada fakta yang dikaburkan sehingga infromasi yang jelas fakta, malah menjadi disinformasi ataupun hoaks yang saat ini meningkat tajam terutama media sosial (mulai dari isu anak pejabat hingga foto yang dipaksakan mirip dengan diduga pelaku pada kejadian tersebut, padahal dari tinggal kejadian, vonis, hingga pergantian Kapolres ada selang waktu kurang lebih 4 bulan).

5. Fakta usia anak atau cucu pejabat yang dikait-kaitkan dengan kasus tersebut terbilang masih sangat belia (saat kejadian 8 tahun yang lalu) dan ini berbanding lurus dengan video rekaman CCTV yang saat ini tersebar luas.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa disinformasi hingga hoaks dapat berakibat pada pembunuhan karakter dan berpotensi mengganggu psikologis orang-orang yang sebenarnya tidak terlibat kasus ini.

Belajar dari kasus ini, kita perlu mengasah dan meningkatkan pengetahuan serta literasi digital dalam menerima setiap infromasi agar kita tidak menjadi "sumbu pendek" yang tanpa filter langsung merespons segala infromasi yang masuk tanpa mencari tahu sember informasinya.